Pages

Dialog antara Kahalifah dengan Panglima Perangnya...

'Umar ibn Khattab dan Khalid ibn Walid,
Dialog antara Kahalifah dengan Panglima Perangnya

Keduanya sebaya, teman bergelut pada waktu masih anak-anak. Setelah Nabi Muhammad RasuluLlah SAW membawakan risalah, keduanya menjadi penantang sengit. Umar ibn Khattablah yang pergi menghadap Najasah (Negus) Raja Habasyah (Abessinia) meminta kepada raja itu untuk menyerahkan semua Ummat islam yang hijrah ke kerajaah itu, namun permintaan Umar itu ditolak oleh Najasah. Seperti diketahui dalam sejarah, hijrah yang pertama adalah ke Habasyah. 'Umar men4ahului Khalid masuk Islam, masih dalam perio Makkah.

Adapun Khalid ibn Walid masuk Islam pada periode Madinah. Ia adalah komandan pasukan berkuda angkatan perang Quraisy. Pasukan berkuda Khalid inilah yang mernusuk pasukan Islam dan belakang pada Perang Uhud. Matanya yang jeli dapat melihat pasukan pemanah yang menjaga barisan belakang pasukaln Islam di celah bukit Uhud meninggalkan posnya karena melihat pertempuran sudah dimenangkan pasukan Islam. Padahal RasuluLlah SAW telah memerintahkan kepada pasukan pemanah yang menjaga celah bukit Uhud tidak boleh meninggalkan posnya, apapun yang terjadi. Ketidak-disiplinan pasukan pemanah itu yang menyebabkan pasukan berkuda Khalid mengubah situasi pertempuran menjadi terbalik. Kini giliran pasukan Islam yang bertahan, padahal tadinya pasuk Quraisylah yang dikejar, dipukul mundur. Namun ibarat main bola pasukan Islam yang bertahan itu akhirnya dapat melakukan serangpn balik. Akan tetapi dari pihak pasukan Islam tak kurang yang syahid dan menderita luka. Hamzah syahid, bahkan RasuluLlah SAW sendiri luka dalam pertempuran yang sengit itu.

Setelah Perjanjian Perdamaian Hudaybiyah dua orang panglima perang Quraisy datang di Madinah menyatakan din masuk Islam. Keduanya adalah Khalid ibn Walid dan Amr ibn Al Ash, yang kelak menjadi Gubemur Mesir. Walaupun dalam Perjanjian Hudaybiyah ada diktum yang menyebutkan bahwa apabila ada penduduk Makkah yang ke Madinah harus dikembalikan ke Makkah jika pihak Quraisy memintanya untuk dikembalikan, keduanya tidak dikembalikan ke Makkah, karena pihak Quraisy tidak memintanya.

Pada waktu Khalifah 'Umar ibn Khattab menjadi Khalifah, Khalid ibn Walid menjadi Panglima Perang. Kemana saja ia dikirim pasukannya selalu menang. Sekali waktu pasukan Khalid ada di Asia Kecil. Sebelum menyerbu pertahanan musuh Khalid mendapat SK dari Khalffah, yaitu SK pencopotan, dihentikan jadi panglima. Dalam penyerbuan itu, Kahlid sebagai tentera biasa masih menunjukkan kesungguhannya, bahkan masih berjasa dalam merebut kubu musuh. Waktu ditanya temannya sepasukan: "hai Khalid, buat apa engkau bersungguh-sungguh begitu, bukankah engkau telah dipecat 'Umar?" Khalid menjawab, "saya tidak berjuang untuk 'Umar, melainkan berjuang untuk Islam." Kemudian Khalid niinta izin dan panglima yang baru untuk ke Madinah minta penjelasan Khalifah.

Syahdan. inilah dialog secara terbuka antana 'Umar sebagai Khalifah dengan Khalid sebagai mantan Panglima.

"Mengapa saya dipecat, apa kesalahan saya?"
"Engkau saya pecat untuk mencegah tiga hal.

Pertama, untuk Khalifah, Panglima tidak boleh lebih populer dari Khalifah.

Yang kedua, untuk engkau sendiri, engkau adalah manusia biasa, kalau berhasil terus dalam memimpin engkau akan menjadi sombong.

Yang ketiga untuk rakyat, rakyat harus dipelihara aqidahnya dan kemusyrikan memuja, mengkultus-individukan pahlawannya."

"Saya terima pemecatan itu dengan ikhlas".
"Engkau sekarang saya tugaskan membantu Sa'ad di front sebelah timur yang sedang mengalami kesulitan melawan pasukan bergajah angkatan perang Parsi."

Maka Khalid dikirimlah ke front sebeiah timur. Ia menyarankan kepada Panglima Sa' ad untuk menghadapi setiap ekor gajah perang dengan satu regu pasukan panah. Yang dipanah dahulu adalah penunggangnya. Setelah penunggangnya tewas baru memanah gajah pada bagian yang sensitif. Khalid sendiri menawarkan dirinya untuk menjadi kepala regu dari salah satu regu pemanah. Taktik Khalid ini berhasil memukul mundur tentera bergajah itu. Karena gajah itu sudah tidak ada yang mengendalikannya, dan kesakitan kena panah, para gajah itu berbalik haluan menginjak-injak tentera berkuda dan infanteri di belakangnya, maka kocar kacirlah pasukan Parsi itu.


Ada empat nilai yang masih relevan hingga kini dalam kehidupan bernegara dari dialog di atas.


 
  • Yang pertama, sikap keterbukaan dan keikhlasan, sebab tanpa keterbukaan mudah terjadi kesalah fahaman, yang mengandung bibit perpecahan ibarat api dalam sekam, baik dalam kalangan pimpinan, maupun antara yang memimpin dengan yang dipimpin.
  • Yang kedua, kepala negara tidak boleh kalah populer dari panglimanya. Betapa banyak terjadi perebutan kekuasaan yang dilakukan oleh panglima suatu negara maupun kerajaan dalam sejarah.
  • Yang ketiga, orang yang selalu sukses dalam bidang apa saja, akan menjadi empuk bagi iblis untuk masuk dalam perangkapnya bersifat seperti iblis sendiri, yaitu takabur, menyombongkan diri, balk kesombongan kepangkatan, maupun kesombongan intelektual dan jenis jenis kesombongan yang lain.
  • Yang keempat, sikap mendewakan pemimpin, taat tanpa reserve, loyal tanpa batas dari rakyat, menyebabkan rusaknya aqidah rakyat di pihak yang satu, dan pada pihak yang lain pemimpin akan menjadi diktator. Contohnya banyak dalam sejarah seperti misalnya rakyat Jerman yang memuja Fuhrernya, Hitler, sang diktator.

No comments:

Post a Comment